GIANYAR, tuturbali.com –
Ibu PKK se-Kelurahan Ubud antusias mengikuti lomba Mesatua (bercerita) Bali yang digelar Yayasan Bina Wisata Kelurahan Ubud di Museum Puri Lukisan Ubud, Minggu (18/2) sore. Cerita rakyat dibawakan oleh peserta lomba Putu Wika Setia Budi Artiningsih, 36, perwakilan Banjar Padang Tegal Mekar Sari.
Putu Artiningsih mengatakan persiapan lomba cukup singkat. Meski demikian, Putu berusaha berlatih hingga merasa puas dengan penampilan saat lomba. “Untuk kali pertama, saya cukup puas tadi. Sempat 3 kali latihan sama pembina, selanjutnya saya latihan sendiri di rumah,” jelasnya. Putu membawakan Satua Men Tiwas Men Sugih. Menurutnya, Satua Bali ini masih relevan dengan kekinian dan sarat makna. “Cukup dekat dengan kehidupan sehari-hari, mudah dipahami,” jelasnya. Mesatua diakui memang menjadi keseharian ibu dua anak ini. “Di rumah, saya biasakan anak-anak berbahasa Bali,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Bina Wisata Kelurahan Ubud Tjokorda Gde Bayuputra Sukawati, B Arc Des menyatakan lomba mesatua Bali merupakan salah satu kegiatan yang penting untuk dilaksanakan. Terutama dalam rangka pelestarian kebudayaan Bali, khususnya Pelestarian Bahasa Bali di tengah masyarakat Kelurahan Ubud.
“Kemajuan Pariwisata telah mendorong masyarakat untuk mulai mempelajari berbagai bahasa asing, sehingga melalui kegiatan ini kami berupaya untuk memparalelkan pelestarian bahasa Bali agar jangan sampai ditinggalkan,” ujar Cokorda Bayu Putra.
Acara ini diharapkan akan menjadi momentum penting dalam menjaga dan melestarikan kearifan lokal budaya Bali serta mengapresiasi keahlian masyarakat khususnya ibu-ibu dalan mempertahankan warisan tradisi Masatua, serta mempererat tali persaudaraan di antara warga Kelurahan Ubud, serta masyarakat Bali pada umumnya.
Lomba Mesatua Bali dibuka oleh Lurah Ubud beserta Ketua TP PKK Kelurahan Ubud, diikuti perwakilan PKK setiap Banjar maupun Lingkungan se Kelurahan Ubud.
Salah satu tim juri, Ida Bagus Oka Manuaba mengatakan ada 5 kriteria yang dinilai dari lomba Mesatua Bali ini. Diantaranya anggah ungguhing basa Bali, vokal variasi bunyi dan nada, keutuhan cerita hingga petuah yang ingin disampaikan, kemampuan bercerita, penampilan penguasaan panggung serta penghayatan atau ekspresi mimik wajah dan gerak tubuh. “Setiap peserta diberikan waktu selama 15 menit,” jelasnya. (tb01)