GIANYAR, tuturbali.com – Hibah bantuan sosial (bansos) yang difasilitasi oleh anggota DPRD Gianyar, yakni Made Togog dan Gusti Ngurah Supriyadi tak kunjung cair. Anggota DPRD pun geram dan menantang netralitas Pj Bupati Gianyar Dewa Tagel Wirasa.
“Kami bukan hendak berpolemik. Jangan direduksi bahwa yang kami lakukan adalah sekedar gimik dan polemik. Apa yg kami lakukan adalah sesuatu yang serius. Ini adalah kewajiban kami dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat,” ujar Togog, Kamis (25/1/2024).
Togog, politikus Golkar itu mengaku memperjuangkan dan melawan ketidak adilan. “Ingat, DPRD sebagai lembaga politik yang hadir dan duduk atas pilihan masyarakat, begitu dilantik ada sumpah yang harus diucapkan dan disaksikan oleh publik, dan yang paling utama disaksikan oleh Tuhan dengan sumpah, bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili,” ujar Togog.
Untuk itu, selaku DPRD, dirinya harus serius dalam melaksanakan amanat rakyat sesuai tupoksinya, yang harus dilakukan mulai proses perencanaan pembangunan, yakni lewat reses yang, hasilnya diformulasikan dalam bentuk pokok-pokok pikiran (Pokir). Sementara perencanaan untuk eksekutif, lewat proses Musrenbang. Semua ini masuk dalam e-planning, dan selanjutnya kita sepakati dalam KUA PPAS, kemudian dilakukan pembahasan anggaran hingga penetapan APBD dalam bentuk Perda.
Kewajiban DPRD adalah menjalankan fungsi kontrol/Pengawasan, apakah eksekutif sudah melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai yang kita sepakati, sebagaimana tertuang dalam Perda APBD.
“Jika kemudian anggaran tidak cukup akibat PAD tidak tercapai, mari kita bedah dalam pembahasan LKPJ agar publik tahu, kita buka semua agar benar-benar transparan, tidak ada yang disembunyikan,” tegasnya.
Dirinya paham betul bagaimana strategi pencairan hibah bansos oleh eksekutif di akhir tahun. “Bahkan kami tahu betapa banyak usulan proposal Sapu Jagat (saya punya jangan diganggu-digugat) yang diajukan oleh pihak yang punya akses kuat ke kekuasaan, saat perubahan anggaran, dan inilah yg menjadi biang kerok anggaran menjadi dikatakan tidak cukup karena jumlahnya melampaui dari apa yang telah direncanakan dan disepakati,” bebernya.
Akibatnya, bagi yang memang tidak dikehendaki hibahnya cair, dibuatkan berbagai alasan. “Bahwa proposal hilang, kurang inilah, kurang itulah, tidak cukup waktu untuk verifikasi dan sebagainya, yang sebenarnya semua sekedar alibi saja, agar ada alasan untuk tidak mencairkan hibah-bansos dimaksud,” keluhnya.
Maka jangan heran, bahkan yang sudah tanda tangan NPHD sekalipun, tetap saja tidak dicairkan.
“Sementara di sisi lain, ada yg punya previllage, punya jalan pintas, hingga proposal yang diajukan dalam sekejap serta jumlah yg jauh di atas rata-rata dengan mudahnya dicairkan,” ujarnya.
Inilah ketidak adilan yang telah mengorbankan dan mengebiri aspirasi dari sebagian masyarakat Gianyar. “Padahal jumlahnya terbilang kecil, hanya Rp 30 sampai 50 juta saja, tergeser oleh kepentingan kekuatan politik tertentu,” ujarnya.
Sementara hal sebaliknya terjadi, ada caleg, sebagian bahkan new comer, di masyarakat berani menjanjikan hibah yang satu titik saja besarannya bisa mencapai ratusan hingga miliaran rupiah, dan itu cair. “Jangan heran jika di beberapa wilayah di Kabupaten Gianyar, kini sudah menjadi kelaziman baru, di depan Balai Banjar atau Pura, terpasang baliho besar berisi ucapan terimakasih serta terpampang foto wajah caleg dari partai tertentu,” tudingnya.
Belum lagi pihak eksekutif, untuk kepentingan politiknya, pasang anggaran bantuan hibah ke luar Gianyar, yg jumlahnya terbilang besar juga. ”Sungguh ironis.
Seharusnya pihak eksekutif menyadari bahwa keseimbangan sosial politik harus diwujudkan jika ingin fungsi kontrol dewan berjalan dengan baik demi terciptanya good dan clean government,” harapnya.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa eksekutif dan DPRD merupakan satu kesatuan dan bagian yang tak terpisahkan dalam penyelengggaraan pemerintahan di daerah, harusnya satu sama lain saling menghargai.
Dan kini saat pemerintah Gianyar yang dipimpin oleh Penjabat dengan tugas utama adalah menjaga stabilitas politik di kabupaten Gianyar, diharapkan berkomitmen menjaga netralitasnya dalam mengambil kebijakan.
Dengan cara merealisasikan perda APBD sesuai yang telah diputuskan dalam paripurna, tanpa tebang pilih.
“Tapi faktanya apa?Realisasinya jauh dari yang seharusnya, dalam hal ini ada sebagian masyarakat telah yang dirugikan akibat kebijakan yang diskriminatif, khususnya dalam mengelola dan pencairan hibah bansos,” ungkap Togog.
Dan ingat, Togog dan Supriyadi tidak akan pernah berhenti untuk memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi haki masyarakat yang dikebiri. “Kami tantang saudara Pj Bupati untuk membuka kepada publik, seluruh data hibah yang telah dan yang belum dicairkan, agar jangan ada dusta dan fitnah,” tantangnya.
Dia mengajak jangan yang hibahnya tidak dicairkan, malah disalahkan. “Dikatakan belum lengkaplah, tidak proaktif, anggaran tidak mencukupi. Kami minta buka seterang-terangnya,” ujarnya.
Jika tidak, maka sampai kapanpun pihaknya akan lawan ketidak-adilan ini. “Dan jangan salahkan jika kami tetap meminta atensi Bapak Pj Gubernur untuk mencopot Pj Bupati Gianyar saat ini,” tutup dia. (TB01)